Apa maksud ibadah, apa saja macamnya? Kapan disebut syirik?
Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab dalam Tsalatsah Al-Ushul berkata,
وَأَنوَاعُ العِبَادَةِ الَّتِي أَمَرَ اللَّهُ بِهَا مِثلُ: الإِسلَامِ، وَالإِيمَانِ، وَالإِحسَانِ، وَمِنهُ: الدُّعَاءُ، وَالخَوفُ، وَالرَّجَاءُ، وَالتَّوَكُّلُ، وَالرَّغبَةُ، وَالرَّهبَةُ، وَالخُشُوعُ، وَالخَشيَةُ، وَالإِنَابَةُ، وَالِاستِعَانَةُ، وَالِاستِعَاذَةُ، وَالِاستِغَاثَةُ، وَالذَّبحُ، وَالنَّذرُ، وَغَيرُ ذَلِكَ مِن أَنوَاعِ العِبَادَةِ الَّتِي أَمَرَ اللَّهُ بِهَا = كُلُّهَا لِلَّهِ تَعَالَى، وَالدَّلِيلُ قَولُهُ تَعَالَى: ﴿ وَأَنَّ المَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا ﴾.
فَمَن صَرَفَ مِنهَا شَيئًا لِغَيرِ اللَّهِ فَهُوَ مُشرِكٌ كَافِرٌ، وَالَّدلِيلُ قَولُهُ تَعَالَى: ﴿ وَمَن يَدعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِندَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفلِحُ الكَافِرُونَ﴾.
Jenis-jenis ibadah yang diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Islam, iman, dan ihsan. Di antaranya pula: doa, khauf (takut), raja` (berharap), tawakkal, raghbah (berharap), rahbah (takut), khusyu’, khasyyah (takut atas dasar ilmu), inabah (taubat), isti’anah (minta pertolongan), isti’adzah (minta perlindungan), istighatsah (minta pertolongan saat genting), menyembelih, bernadzar, dan ibadah-ibadah lainnya yang diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala secara keseluruhan. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
﴿وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللهِ أَحَدًا﴾
“Dan sesungguhnya masjid-masjid adalah milik Allah, maka janganlah kamu berdoa kepada seorang pun bersama Allah.” (QS. Al-Jin: 18)
Barangsiapa yang memalingkan satu saja ibadah tersebut kepada selain Allah, maka dia seorang musyrik lagi kafir (batal keislamannya). Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
﴿وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ﴾
“Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” (QS. Al-Mukminun: 117)
Catatan #01
Islam, iman, dan ihsan inilah yang dimaksudkan dengan ad-diin (agama). Tiga hal ini nanti akan dijelaskan ketika bahasan mengenal Islam sebagaimana diterangkan dalam hadits Jibril, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai Islam, iman, dan ihsan.
Catatan #02
Ibadah sebagaimana para ulama ushul mengartikan,
كُلُّ مَا أُمِرَ بِهِ مِنْ غَيْرِ اقْتِضَاءٍ عَقْلِيٍّ وَلاَ اطِّرَادٍ عُرْفِيٍّ
“Segala sesuatu yang diperintahkan tanpa mesti memandang akal dan bukan lantaran mengikuti ‘urf (kebiasaan masyarakat).”
Ada juga ulama yang mengatakan,
العِبَادَةُ هُوَ فِعْلُ المُكَلَّفِ عَلَى خِلاَفِ هَوَى نَفْسِهِ تَعْظِيْمًا لِرَبِّهِ
“Ibadah itu perbuatan mukallaf (orang yang telah dibebani syariat) yang (kadang) menyelisihi hawa nafsunya sebagai bentuk pengagungan pada Rabbnya.”
Pengertian yang lebih bagus adalah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
” الْعِبَادَةُ ” هِيَ اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ وَيَرْضَاهُ : مِنْ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ
“Ibadah adalah istilah yang mencakup segala yang Allah cintai dan ridai berupa perkataan dan perbuatan yang batin maupun lahir.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 10:149)
Definisi ibadah ini kata Syaikh Shalih Alu Syaikh lebih mudah dipahami dan lebih dekat pada dalil. Lihat Syarh Tsalatsah Al-Ushul, hlm. 67.
Ada beberapa poin dari definisi Ibnu Taimiyah:
- Bisa diketahui suatu ibadah itu dicintai dan diridai oleh Allah dilihat dari amalan itu diperintah, juga dikabarkan oleh Allah bahwa amalan tersebut dicintai dan diridai oleh-Nya.
- Ibadah itu ada yang berupa perkataan dan ada yang berupa perbuatan.
- Amalan juga ada yang lahir dan ada yang batin.
- Al-qaul (ucapan) ada yang berupa amalan lisan dan amalan al-janan (amalan hati).
- Bentuk al-qaul (ucapan) dengan lisan adalah berdzikir, tilawah Alquran, berkata yang makruf.
- Ada juga qaul al-qalbi (ucapan hati) yaitu berupa I’tiqad (keyakinan).
- Al-‘amal (amalan) ada dua macam yaitu amalan hati dan amalan jawarih (anggota badan).
Catatan #03
Semua ibadah yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab bila dipalingkan kepada selain Allah, maka ia musyrik dan kafir. Ada dua ayat yang dijadikan dalil dalam hal ini.
Pertama, firman Allah Ta’ala,
﴿وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللهِ أَحَدًا﴾
“Dan sesungguhnya masjid-masjid adalah milik Allah, maka janganlah kamu berdoa kepada seorang pun bersama Allah.” (QS. Al-Jin: 18)
Kedua, firman Allah Ta’ala,
﴿وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ﴾
“Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” (QS. Al-Mukminun: 117)
Ayat pertama menunjukkan bahwa Allah mengabarkan masaajid, yang dimaksud dalam ayat adalah tempat sujud atau anggota badan yang digunakan untuk sujud, maka janganlah beribadah kepada selain Allah dengan bersujud padanya.
Ayat kedua menunjukkan bahwa siapa saja yang berdoa kepada selain Allah, maka ia musyrik dan kafir. Lihat penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Syarh Tsalatsah Al-Ushul, hlm. 54-55.
Catatan #04
Menyeru selain Allah (syiri) adalah suatu kekufuran. Dalam ayat disebutkan,
إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.”
Syirik sendiri kadang para ulama bagi seperti berikut:
- Ada syirik zhahir dan ada syirik khafi, yaitu syirik yang tampak dan syirik yang samar.
- Ada syirik akbar (besar) dan ada syirik ashgar (kecil).
- Ada syirik akbar, syirik ashgar, dan syirik khafi.
Misalnya kita memilih pembagian syirik menjadi: syirik akbar, syirik ashgar, dan syirik khafi.
Contoh syirik khafi: riya.
Contoh syirik ashgar: bersumpah atas nama selain Allah, memakai jimat.
Contoh syirik akbar: menyembelih, nadzar, istighatsah, dan berdoa kepada selain Allah.
Baca Juga:
Referensi:
- Syarh Tsalatsah Al-Ushul. Cetakan kedua, Tahun 1426 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Tsaraya.
- Syarh Tsalatsah Al-Ushul. Cetakan pertama, Tahun 1433 H. Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad Alu Syaikh. Penerbit Maktabah Darul Hijaz.
- Majmu’ah Al-Fatawa. Cetakan keempat, Tahun 1432 H. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (Taqiyuddin Ahmad bin Taimiyyah Al-Harrani). Penerbit Darul Wafa’ dan Dar Ibnu Hazm.
Selesai disusun 24 Rajab 1441 H, Kamis Pagi, 19 Maret 2020
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumasyho.Com